Wednesday, November 7, 2007

Konflik-konflik Abadi Pada Jiwa Mencari Penyelesaian dalam Arus Kebajikan

Wayang dalam bentuk aslinya adalah pertunjukan bayang-bayang yang merupakan hasil kreasi bangsa Indonesia di Jawa. Sedang timbulnya, jauh sebelum kebudayaan hindu datang. Pada jaman Neolitikum pertunjukan bayang-bayang semula merupakan upacara keagamaan atau upacara yang berhubungan dengan kepercayaan yang dikerjakan pada waktu malam hari untuk memuja Hyang. Sebagai lakon, diambil dari mitologi kuno, yaitu tentang kepahlawanan nenek moyangnya.

Dengan masuknya kebudayaan Hindu, maka cerita Mitos kuno ini didesak oleh epos Ramayana dan Mahabarata. Karena bentuk epos ini ceritanya sebangun dengan mitos Jawa kuno, maka Ramayanan dan mahabarata diterima dengan senang hati. Bahkan kemudian ditulis kembali oleh bangsa Indonesia dengan bahasa Jawa kuno pada abad ke IX-X sebagai Wiracarita. Kitab Mahabarata bercampur dengan mitos kuno tersebut berisi kisah dramatis yang indah dan abadi. Dalam penyajiannya mampu menggambarkan seolah-olah menampilkan karakter manusia yang nyata. Konflik-konflik antara aksi dan reaksi yang terus menerus mencari penyelesaian dengan suatu arus kebajikan dan kebijaksanaan. nafsu melawan nafsu memberi kritik kepada hidup dan kehidupan, sehingga menjadi dasar moral dan kebijaksanaan yang arif. Konflik-konflik abadi yang ada pada jiwa disusun dengan bahasa-bahasa pujangga kemudian dipentaskan dalam bentuk lakon wayang yang seolah-olah semuanya itu benar-benar dilakukan manusian.

Berabad-abad pergelaran wayang tersebut memainkan peranannya dalam kehidupan para pendukungnya. Drama tersebut telah menyajikan kata-kata mutiara bukan saja untuk persembahyangan, meditasi, pendidikan, pengetahuan, hiburan, tetapi juga menyediakan fantasi untuk nyanyian, lukisan estetis dan menyajikan imaginasi puitis untuk petuah-petuah religius yang mampu mempesona dan menggetarkan jiwa manusia yang mendengarkannya.

Wayang merupakan simbol yang menerangkan eksistensi manusia dalam hubungannya antara daya natural dengan supernatural. Hubungan antara manusia dan alam semesta, antara mahluk dan Penciptanya, antara bawah dan atas, tua dan muda, suami dan istri, ayah dan anak, guru dan murid, laki-laki dan perempuan, kiri dan kanan, Pandawa dan Kurawa dan antara sesama dengan diri pribadi.

Wayang dalam satu kotak merupakan pengejawantahan jiwa manusia. Watak yang berbeda-beda bukannya hanya digambar dalam satu figur wayang saja, akan tetapi tidak jarang dalam satu figur wayang berpadu berbagai watak manusia. Misalnya Arjuna digambarkan sebagai seorang satria bagus, gerakannya halus, lemah lembut tutur katanya, sopan santun tingkah lakunya, namun cekatan, berhati baja, pantang mundur dan selalu menang dalam perang. Arjuna mencintai dan dicintai oleh setiap wanita, setiap manusia, bahkan oleh musuh sekalipun, namun demikian ia bukanlah suatu tipe orang yang mata keranjang. Pendek kata Arjuna dianggap sebagai suatu intisari dari ringkasan dari umat manusia laki-laki yang jantan, komplit dan menjadi model manusia yang sederhana, tahu tata krama dan sopan santun, bahkan religius.

Bima, digambarkan sebagai manusia gagah, besar dan kasar, namun halus budinya. kaku laksana pikulan tetapi lemas laksana seutas tali. Ia mistikus dan mampu mengenal Dewaruci, namun ia juga seorang satria dan senapati yang tak terkalahkan, baik dalam perang kecil maupun dalam perang besar Baratayuda.

Sebelum baratayuda dimulai, terjadilah suatu dialog antara Sri Kresna dengan Arjuna yang mencerminkan suatu dialog antara "Kawula dan Gusti", atau Bhagawad Gita. Sri Kresna di sini memberi petunjuk tentang "jalan" dalam menuju ke kebahagiaan hidup di alam nanti.

Pertama, "jalan karma" atau kerja. Kedua "jalan jnana" atau ilmu pengetahuan dan ketiga, "jalan bekti" atau penyerahan. Jalan-jalan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. jalan karma atau kerja haruslah dikerjakan dengan penuh disiplin oleh mereka yang sudah memahami tentang ajaran-ajaran kerohanian. Tak seorangpun yang tidak bekerja walaupun sesaat saja. bekerja lebih baik daripada tidak bekerja, karena hidup sehari pun tidak mungkin tanpa bekerja. jalan kedua, ialah manusia dianjurkan untuk melalui jalan ilmu pengetahuan, yaitu suatu jalan terang yang bersinar dalam kesadaran manusia dalam menuju kepada Sang Terang Sejati, untuk seterusnya agar mudah dalam menuju kepenyerahan atau bakti dalam mencapai kebahagiaan sejati. Dan inilah tujuan akhir daripada hidup manusia. jadi kebahagiaan akhir dan puncak daripada hidup adalah kembali ke asal muasalnya di alam Suwung (Taya), yaitu memandang Tuhan di hari nanti.

Karena itu sebagai puncak daripada epos wayang kulit lakon mahabarata dan Baratayuda. Disini pertemuan antara baik dan buruk, antara batil dan benar. Kurawa dan pandawa, namun mereka semuanya adalah satria. Walaupun mereka saling berperang, namun sebetulnya mereka saling membutuhkan. Tak mungkin yang sati mati yang lain hidup. Betapa tidak? karena ia adalah saudara dalam satu wadah, wadah dalam jiwa manusia sendiri. Dan oleh karena itu pula maka ditulislah suatu kisah dalam Kurawasrama dimana setelah Kurawa habis "musnah terbunuh", kemudian mereka dihidupkan kembali, karena memang saling membutuhkan. Di sini lah pertunjukan dan pergelaran prinsip moral, yaitu suatu sifat toleran yang sanggup menampung, memuat, memberi, memelihara dan menghormati.

Di sini prinsip toleransi dan lapang dada yang pada hakekatnya menghendaki kerukunan, sifat bersedia memberi kesempatan serta membiarkan orang berpendapat dan berpendirian lain.

1 comment:

Anonymous said...

hai,

saya tidak pasti jika blog ini masih di-update tetapi saya minat dengan pos-pos yg dihuraikan. Interesting and menambahkan pengetahuan... walaupun sudah 5 tahun berlalu